Kamis, 23 Maret 2017

Perjanjian yang Mengantarkan ke Pengadilan

"Semua informasi yang termuat dihalaman blog ini, semata-mata hanya untuk memenuhi tugas mata kuliah yaitu Aspek Hukum Dalam Ekonomi.Adapun kesamaan nama tokoh, kejadian, tempat dan waktu semata-mata bukanlah sebuah kesengajaan dan informasi yang termuat dibawah ini tidak bermaksud untuk menyinggung pihak-pihak tertentu."

KASUS

PT. MNO terbukti wanprestasi dan berutang sebesar AS$ 1,191 juta terhadap PT. XYZ. Dari tujuh pesawat yang diletakkan sita jaminan, hanya empat yang berhasil di eksekusi.
 PT. XYZ kembali memenangkan gugatan terhadap PT. MNO. Maskapai penerbangan lokal itu terbukti wanprestasi terhadap atas perjanjian perbaikan dan perawatan mesin pesawat. Majelis hakim yang diketuai Sugeng Riyono menghukum PT. MNO untuk membayar utang kepada PT. XYZ sebesar AS$ 1,191 juta, plus  bunga enam persen per tahun. Tuntutan penggugat sangat wajar dan adil sehingga petitum (tuntutan) itu harus dikabulkan, ujar Sugeng saat membacakan putusan, Rabu (22/4) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
 Meski demikian, tuntutan ganti rugi immateriil yang diajukan PT. XYZ sebesar AS$ 200 juta ditolak majelis hakim. Tuntutan itu dinilai sangat berlebihan. Menurut majelis hakim yang beranggotakan Panji Widagdo dan Reno Listowo, ganti rugi yang adil adalah AS$ 500 ribu.
 Selain itu, majelis hakim juga menyatakan sah sita jaminan empat pesawat BPT. MNO. Pesawat Boeing 737-200 yang disita terbukti milik PT. MNO dan tidak dalam agunan ke pihak ketiga. Pesawat tidak termasuk barang yang dilarang disita dan praktik peradilan membutuhkan sehingga untuk menghindari putusan illusioner (sia-sia) majelis hakim menetapkan sita jaminan, imbuh Sugeng.
  Dalam penetapan sita jaminan 4 Maret 2009 lalu, majelis hakim meletakkan sita jaminan terhadap tujuh buah pesawat. penyitaan pesawat sendiri sempat terhambat. Ketika eksekusi sita jaminan, juru sita Pengadilan Negeri Tanggerang hanya menemukan empat pesawat PT. MNO.
  Sebelumnya, PT. XYZ dan PT. MNO menandatangani perjanjian Long Term Agreement pada 16 April 2003. Perjanjian itu kemudian diamandemen dengan Long Term Aircraft Maintenance Agreement pada 5 September 2006. Berdasarkan perjanjian itu, PT. MNO meminta PT. XYZ untuk melakukan perawatan dan perbaikan mesin pesawat, penjualan spare part, penyewaan tools, dan penggunaan tenaga kerja PT. XYZ. Nilai kontraknya adalah AS$ 1,191 juta. Namun hingga jatuh tempo dan digugat ke pengadilan, PT. MNO tak jua membayar kewajibannya pada PT. XYZ.
   Dalam jawabannya, PT. MNO mengakui berutang namun membantah tudingan ingkar janji. Pasalnya, PT. MNO sebenarnya memiliki itikad baik untuk membayar utang secara bertahap sesuai dengan kemampuan PT. MNO. Namun PT. XYZ menolak tawaran itu. Hal itu sesuai dengan notulensi rapat PT. MNO dan PT. XYZ pada 27 Agustus 2008. Selain itu, menurut PT. MNO, PT. XYZ sendiri belum menyelesaikan claim engine 857854.
  Menurut majelis hakim, perjanjian pokok PT. MNO dan PT. XYZ telah dilaksakan sesuai dengan item order pekerjaan dan telah jatuh tempo. Jika tidak dibayar maka berdasarkan Pasal 1243 jo Pasal 1238 KUHPerdata, PT. MNO terbukti wanprestasi. Apalagi PT. MNO sendiri mengakui adanya utang. Bukti tersebut merupakan bukti yang sempurna dan tergugat wajib memenuhi kewajiban sebesar AS$ 1,191 juta.

1. Pengertian Hukum Perdata
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
Definisi Hukum Perdata menurut para ahli :
  1. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
  2. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H. Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
  3. Sudikno Mertokusumo Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
  4. Prof. R. Soebekti, S.H. Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.
Definisi secara umum : Suatu peraturan hukum yang mengatur orang / badan hukum yang satu dengan orang / badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

2. Sejarah Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
  1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda. 
  2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
          Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

3. KUHPerdata
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang- undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUHPerdata
KUH Perdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
  1. Buku 1 tentang Orang / Personrecht
  2. Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
  3. Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht
  4.  Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs
Unsur yang terpenting dari Hukum Perdata :
  1. Norma peraturan
  2. Sanksi
  3. Mengikat / dapat dipaksakan

4. Azas-azas Hukum Perdata
 1)      Azas Individualitas
   Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb.

2)      Azas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang yang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang belum (pasal 1338 KUHPerdata) asal perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, Ketertiban umum dan kesusilaan

3) Azas Monogami (dalam hukum perkawinan)
Seorang laki-laki dalam waktu yang yang sama hanya diperbolehkan mempunyai 1 orang istri. Namun pada pasal 3 ayat (2) UU No 1 tahun 1974 tentang Undang-Undang Pokok Perkawinan (UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4, pasal 5 pada UUPP.

5. Sistematika Hukum Perdata
   A. Menurut Ilmu Pengetahuan
  1. Buku I : Hukum Perorangan (Personenrecht)
  2. Buku II : Hukum Keluarga (Familierecht)
  3. Buku III : Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
  4. Buku IV : Hukum Waris (Erfrecht)
          B. Menurut KUHPerdata
  1. Buku I : Perihal Orang (Van Personen)
  2. Buku II : Perihal Benda (Van Zaken)
  3. Buku III : Perihal Perikatan (Van Verbintennisen)
  4. Buku IV : Perihal Pembuktian dan Kadaluarsa (Van Bewijs en Verjaring)

6.Wanprestasi dalam Perikatan
Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban memenuhi prestasi dari debitur selalui disertai dengan tanggung jawab (liability), artinya debitur mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1311 KUHPerdata, semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur, jaminan semacam ini disebut jaminan umum. 
Menurut ketentuan Pasal 227 HIR, Pasal 1131 KUHPerdata, dan Pasal 196 HIR disebutkan bahwa, “Jika ada sangka beralasan bahwa Tergugat akan menggelapkan atau memindahtangankan barang miliknya dengan maksud akan menjauhkan barang tersebut dari Penggugat, maka atas permohonan Penggugat Pengadilan dapat memerintahkan agar diletakkan sita atas barang tersebut untuk menjaga atau menjamin hak Penggugat”.
Pada prakteknya tanggung jawab berupa jaminan harta kekayaan ini dapat dibatasi sampai jumlah yang menjadi kewajiban debitur untuk memenuhinya yang disebutkan secara khusus dan tertentu dalam perjanjian, ataupun hakim dapat menetapkan batas-batas yang layak atau patut dalam keputusannya. Jaminan harta kekayaan yang dibatasi ini disebut jaminan khusus. Artinya jaminan khusus itu hanya mengenai benda tertentu saja yang nilainya sepadan dengan nilai hutang debitur, misalnya rumah,kendaraan bermotor. Bila debitur tidak dapat memenuhi prestasinya maka benda yang menjadi jaminan khusus inilah yang dapat diuangkan untuk memenuhi hutang debitur.
Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu persetujuan yang menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana yang diatur di dalam pasal 1338 KUH Perdata.
Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi. Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak tidak jarang pula debitur (nasabah) lalai melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya, hal ini disebut wanprestasi.
Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.
Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabagai istilah yaitu: “ingkar janji, cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya. Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestasi ini, telah menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestasi”. Ada beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi tersebut.
Prof. R. Subekti, SH, mengemukakan bahwa “wanprestasi” itu adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:
  1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.
  2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana yang diperjanjikan.
  3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,
  4. Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.
Prof. R. Subekti, SH, juga mengemukakan, debitur yang lalai atau alpa dapat memiliki
akibat-akibat sebagai berikut:
  1. Membayar kerugian yang di derita oleh kreditur atau disebut ganti rugi.
  2. Pembatalan perjanjian atau disebut pemecahan perjanjian.
  3. Peralihan resiko.
  4. Membayar biaya perkara, ini berlaku untuk masalah yang dibawa ke pengadilan.
Hal ini mengakibatkan apabila, salah satu pihak tidak memenuhi atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau yang telah mereka buat maka yang telah melanggar isi perjajian tersebut telah melakukan perbuatan wanprestasi.
Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui maksud dari wanprestasi itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang diakatakan melakukan wanprestasi bilamana : “tidak memberikan prestasi sama sekali, terlamabat memberikan prestasi, melakukan prestasi tidak menurut ketentuan yang telah ditetapkan dalam pejanjian”.
Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Menurut pasal 1267 KUHPerdata, pihak kreditur dapat menuntut si debitur yang lalai untuk melakukan:
  1. Pemenuhan perjanjian
  2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
  3. Ganti rugi saja
  4. Pembatalan perjanjian: pembatalan disertai ganti rugi

ANALISIS KASUS
            Menurut saya kasus maskapai penerbangan lokal terkemuka antara PT. MNO dengan PT. XYZ merupakan kasus hukum perdata tentang perikatan mengenai wanprestasi. Hal itu terbukti atas perjanjian perbaikan dan perawatan mesin pesawat yang tertulis dalam perjanjian Long Term Agreement pada tanggal 16 April 2003. Perjanjian tesebut kemudian diamandemen menjadi Long Term Aircraft Maintenance Agreement pada tanggal 5 September 2006. Isi dalam perjanjian yang telah disepakati itu meliputi, PT. MNO meminta PT. XYZ untuk melakukan perawatan dan perbaikan mesin pesawat, penjualan spare part, penyewaan tools, dan penggunaan tenaga kerja PT. XYZ. Hal itu menyebabkan, PT. MNO harus menyerahkan uang pembayaran atas kewajiban atau prestasi yang sudah dilakukan oleh PT. XYZ.
            Setelah jatuh tempo pembayaran, PT. MNO tidak juga membayar prestasi yang dilakukan PT. XYZ. Melihat hal itu PT. XYZ melakukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan register perkara Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst pada tanggal 25 September 2008. Menurut hukum, PT. MNO berhutang kepada PT. XYZ dan mempunyai kewajiban untuk melunasi utang kepada PT. XYZ saat utang telah jatuh tempo. Walaupun sudah melewati jatuh tempo PT. MNO belum juga melunasi utangnya. Maka dengan demikian, sudah jelas bahwa PT. MNO melakukan wanprestasi.
Melihat posisi kasus PT. MNO sanksi yang bisa diterapkan yaitu membayar kerugian. Ganti rugi dirinci dalam tiga unsur: biaya, rugi, dan bunga.
1.      Biaya adalah segala pengeluaran yang sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Pada kasus tersebut terlihat jelas bahwa PT. XYZ telah mengeluarkan biaya untuk perawatan dan penggantian mesin pesawat PT. MNO sebesar AS$ 1,191 juta.
2.      Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur. Pada kasus tersebut kerugian yang dialami PT. XYZ sebesar AS$ 500 ribu, karena PT. MNO tidak membayar biaya perawatan.
3.      Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dihitung oleh kreditur.
Kreditur yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi, biaya, dan bunga. Kemudian, PT.
XYZ memohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat  berkenan untuk melakukan sita jaminan terhadap PT. MNO, agar gugatan yang diajukan tidak sia-sia. Sita jaminan dimaksudkan untuk menjaga hak-hak sebelum ada keputusan hakim, barang-barang milik tidak dihilangkan. Sanksi lain yang dikenakan kepada PT. MNO yaitu membayar biaya perkara. Sanksi tersebut tersimpul dalam peraturan hukum acara, bahwa PT. MNO wajib membayar biaya perkara.
            Menurut isi pasal 1267 KUHPerdata. Terikat dengan putusan Kasasi NO.2923, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Majelis Hakim Perkara No.335 telah mengeluarkan Penetapan Sita Jaminan Nomor: 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tertanggal 4 Maret 2009. Pada pokoknya mengabulkan permohonan Sita Jaminan atas tujuh buah pesawat Boeing 737-200 beserta mesin dan Auxiliary Power Unit (APU) milik PT. MNO.
            Pengadilan Negeri Tangerang hanya berhasil menyita empat pesawat Boeing 737-200 dengan nomor seri dan  nomor registrasi yang berbeda-beda milik PT. MNO, dikarenakan tiga pesawat lagi sedang ada perawatan. Sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Sita Jaminan Nomor 01.DEL.BA/PEN.CB/2009/PN.TNG jo. NO.335/PDT.G./2008/PN.JKT.PST tertanggal 12 Maret 2009.
            Sesuai dengan isi pasal 1131 KUHPerdata, Pasal 227 HIR, dan Pasal 196 HIR permohoan sita jaminan yang diajukan PT. XYZ agar PT. MNO tidak memperjualbelikan asetnya. Tujuannya untuk menjamin PT. MNO lari dari tanggung jawab untuk membayar ytang kepada PT. XYZ dengan alasan tidak mempunyai aset.
            Penyitaan dalam sita jaminan bukan dimaksudkan untuk menjual barang yang disita, namun hanya disimpan oleh pengadilan dan tidak boleh dialihkan atau dijual oleh tergugat. Sesuai dengan isi Pasal 1311 KUHPerdata, pihak PT. XYZ sejak awal telah meminta kepada PT. MNO agar hartanya secara khusus dijadikan jaminan pembayaran utang. Sehingga pada saat jatuh tempo PT. MNO tidak dapat menepati janjinya untuk membayar atau melunasi utangnya maka, harta tergugat dapat dieksekusi oleh penggugat mellui prosedur tertentu.

Referensi
Merry Tjoanda.2010.Wujud Ganti Rugi Menurut Undang- Undang Hukum Perdata.Jurnal Sasi, 16(4)

Bahan Aspek Hukum Dalam Ekonomi (n.d.) Lista Kuspriatni Staffsite Universitas 

Gunadarma [online]. Available from http://lista.staff.gunadarma.ac.id/